BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi
perubahan masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan
sosial. Pengaruh peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung
atau signifikan atau tidak. Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam
mendorong munculnya perubahan sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan
tertentu yang berpengaruh langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum
membentuk atau mengubah institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang
penting, maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian sering disebut hukum
digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat.
Hukum di
Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Hukum ?
2.
Apa Pengertian Norma atau Kaidah ?
3.
Apa Saja Sumber-Sumber Hukum ?
4.
Apa Tujuan Hukum ?
5.
Apa Pengertian Pancasila ?
6.
Apa yang dimaksud dengan Pancasila
Sebagai Idelogi Negara
7.
Apa hubungan hukum dengan Pancasila ?
1.3 Tujuan
Tujuan
kami membuat makalah yang berjudul “Hukum” ini yaitu sebagai syarat untuk
memenuhi tugas Pendidikan Pancasila dan menjawab pertanyaan yang ada di rumusan
masalah.
1.4 Manfaat Penulisan
1.
Untuk mengetahui Pengertian Hukum.
2.
Untuk mengetahui Pengertian Norma atau
Kaidah.
3.
Untuk mengetahui apa saja Sumber-Sumber
Hukum.
4.
Untuk mengetahui Tujuan Hukum.
5.
Untuk mengetahui pengertian pancasila.
6.
Untuk mengetahui Pancasila sebagai
ideologi Negara.
7.
Untuk mengetahui hubungan hokum dengan Pancasila
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hukum
Para ahli hukum tidak sependapat
dalam memberikan definisi tentang hukum, bahkan sebagian ahli hukum mengatakan
bahwa hukum itu tidak dapat didefinisikan karena luas sekali
ruang cakupannya dan meliputi semua bidang kehidupan masyarakat yang selalu
mengalami perkembangan dan perubahan. Jika hendak membuat definisi hukum, hendaknya harus dilihat dari berbagai
segi dan sudut pandang.
Menurut Oxford English Dictionary disebutkan bahwa
hukum itu adalah kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan di
dalam suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai suatu yang mempunyai
kekuatan mengikat terhadap warganya. Bellefroid mengemukakan bahwa hukum adalah
segala aturan yang berlaku dalam masyarakat, mengatur tata-tertib masyarakat
dan didasarkan atas kekuasaan yang ada di dalam masyarakat itu.
Dari
definisi sebagaimana tersebut di atas, dapat diketahui bahwa hukum adalah suatu
rangkaian peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari
manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum itu sendiri mempunyai ciri yang tetap
yakni hukum merupakan suatu organ peraturan-peraturan abstrak, hukum untuk
mengatur kepentingan-kepentingan manusia, siapa saja yang melanggar hukum akan
dikenakan sanksi sesuai dengan apa yang telah ditentukan.
2.2 Pengertian Hukum Menurut Para Ahli
Menurut
E. Utrecht (1961: 12) Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau
larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya
ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan
dari pihak pemerintah dari masyarakat itu.
Menurut
Satjipto Rahardjo (1986: 20) Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang
berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari
kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat dibina dan ke mana
harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama, hukum mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat
tempat hukum diciptakan. Ide-ide tersebut berupa ide mengenai keadilan.
Menurut
J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto (1959: 6) Hukum adalah
peraturan-peraturan bersifat memaksa yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat,
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan
hukuman.
Menurut
Sudikno Martokusumo (1986: 16) Kaidah hukum merupakan ketentuan atau pedoman
tentang apa yang seyogianya atau seharusnya dilakukan. Pada hakikatnya kaidah
hukum merupakan perumusan pendapat atau pandangan tentang bagaimana seharusnya
atau seyogianya seseorang bertingkah laku. Sebagai pedoman kaidah hukum
bersifat umum dan pasif.
2.3 Pengertian Norma atau Kaidah
Norma
atau kaidah adalah petunjuk hidup, yaitu petunjuk bagaimana seharusnya kita
berbuat bertingkah laku, tidak berbuat, dan tidak bertingkah laku di dalam
masyarakat. Hukum merupakan seperangkat norma atau kaidah, dan kaidah itu
bermacam-macam, tetapi tetap sebagai satu kesatuan. Karena kaidah itu berisi
perintah maupun larangan maka sudah selayaknya kaidah yang merupakan petunjuk
hidup tersebut mempunyai sifat memaksa yang merupakan ciri dari kaidah hukum.
Dalam pergaulan hidup dibedakan empat macam norma atau kaidah, yaitu :
Ø Norma Agama
Norma
Agama adalah peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan, dan
anjuran yang berasal dari Tuhan. Para pemeluk agama mengakui dan berkeyakinan
bahwa peraturan hidup itu berasal dari Tuhan dan merupakan tuntunan hidup
menuju ke jalan yang benar. Norma agama itu bersifat umum dan universal serta
berlaku bagi seluruh golongan manusia di dunia.
Ø Norma Kesusilaan
Norma
kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari
manusia. Kesusilaan memberikan peraturan kepada manusia agar menjadi manusia
yang sempurna. Hasil dari pemerintah dan larangan yang timbul dari norma
kesusilaan itu pada manusia tergantung pada pribadi orang itu sendiri. Hati
nuraninya yang akan mengatakan mana perbuatan yang baik untuk dikerjakan dan
mana yang tidak. Norma kesusilaan juga menetapkan baik buruknya suatu perbuatan
manusia dan ikut pula memelihara ketertiban manusia dalam masyarakat yang
bersifat universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Ø Norma Kesopanan
Norma
kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia.
Peraturan itu diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku
manusia terhadap manusia yang lain yang ada di sekitarnya. Norma kesopanan
tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan
setempat (regional), ia hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja.
Ø Norma Hukum
Norma
hukum adalah peraturan hidup yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi yang
tegas. Peraturan yang timbul dari norma hukum dibuat oleh penguasa negara.
Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan
segala paksaan oleh alat-alat negara. Misalnya :
1. Barang
siapa dengan sengaja mengambil jiwa orang lain, dihukum karena membunuh dengan
hukuman setinggi-tingginya lima belas tahun (pasal 338 KUHP). Disini ditentukan
besarnya hukuman penjara untuk orang-orang yang melakukan kejahatan (norma
hukum pidana).
2. Orang
yang tidak memenuhi suatu perikatan yang diadakan, diwajibkan mengganti
kerugian (wanprestasi). Misalnya : Jual beli, sewa-menyewa, dan sebagainya.
Disini ditentukan kewajiban mengganti kerugian atau hukuman denda (norma hukum
perdata).
3. Suatu
perseroan terbatas harus didirikan dengan Akta Notaris dan disetujui oleh
Departemen kehakiman. Disini ditentukan syarat-syarat untuk mendirikan
perseroan dagang (norma hukum dagang).
2.4 Sumber Hukum
Sumber
hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan
timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum dapat dilihat dari dua
segi, yaitu segi materiil dan segi formil.
Ø Sumber Hukum Materiil
Sumber
hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, dan
terdiri atas:
a. Perasaan
hukum seseorang atau pendapat umum,
b. Agama,
c. Kebiasaan,
dan
d. Politik
hukum dari pemerintah.
Sumber hukum materiil, yaitu tempat
materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan factor yang
membantu pembentukan hukum.
Sumber hukum materiil dapat ditinjau
dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat
dan sebagainya.
Ø Sumber Hukum Formil
Sumber
hhukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan
peraturan itu berlaku.Sumber hukum formil, antara lain :
a. Undang-undang
(statute),
b. Kebiasaan
( custum),
c. Keputusan-keputusan
hakim ( jurisprudentie )
d. Traktat
( treaty ), dan
e. Pendapat
sarjana hukum ( doktrin )
2.5 Tujuan Hukum
Menurut
Van Apeldoorn tujuan hukum ialah mengatur tata tertib masyarakat secara damai
dan adil. Perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan
melindungi kepentingan-kepentingan
manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta, dan
sebagainya terhadap yang merugikannya.
Kepentingan
dari perorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama
lain. Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan pertikaian. Bahkan peperangan
antara semua orang melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai
perantara untuk mempertahankan kedamaian. Hukum mempertahankan perdamaian
dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti mengadakan
keseimbangan di antaranya karena hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur
pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya,
peraturan yang mengandung keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang
dilindungi sehingga setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi
bagiannya (Van Apeldoorn, 1985: 22-23).
2.6 Pengertian Pancasila
Beberapa
pengertian Pancasila menurut para tokoh pendiri bangsa berikut:
- Muhammad Yamin. Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
- Notonegoro. Pancasila adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
- Ir. Soekarno. Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
2.7 Pancasila
Sebagai Ideologi Negara
Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara adalah nilai-nilai yang terkandung
di dalam pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara.
Secara luas Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah visi
atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia
ialah terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai
kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi
nilai keadilan.
Ketetapan bangsa Indonesia mengenai pancasila sebagai ideologi
negara tercantum dalam ketetapan MPR No. 18 Tahun 1998 tentang pencabutan dari
ketetapan MPR No. 2 tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pada
pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan UUD 45 ialah dasar negara dari negara NKRI yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari ketetapan MPR
tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia kedudukan pancasila sebagai
ideologi nasional, selain kedudukannya sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita
bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang
konkret dan operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan
belaka. Dalam ketetapan MPR No.18 dinyatakan bahwa pancasila perlu diamalkan dalam
bentuk pelaksanaan yang konsistem dalam kehidupan bernegara.
2.8 Hubungan Hukum dengan Pancasila
Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesiaadalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan.
Ketuhanan yang
mahaesa , yang berKemanusiaan yang adil dan beradab, yang berPersatuan
Indonesia, yang berKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalampermusyawaratan/perwakilan, serta ber Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Kemanusiaan yang
adil dan beradab , yang berKetuhanan yang mahaesa, yang berPersatuan Indonesia,
yang berKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Persatuan
Indonesia, yang berKetuhanan yang mahaesa, yang berKemanusiaan yang adil dan
beradab, berKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang
berKetuhanan yang mahaesa, yang berKemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berPersatuan Indonesia, dan berKeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, yang berKetuhanan yang
mahaesa, yang berKemanusiaan yang adil dan beradab, yang berPersatuan Indonesia, dan berKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan.
mahaesa, yang berKemanusiaan yang adil dan beradab, yang berPersatuan Indonesia, dan berKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Pancasila
Sebagai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia Upaya mewujudkan Pancasila
sebagai sumber hukum adalah dijadikannya Pancasila sebagai sumber bagi
penyusunan norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional
yang merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber
dan berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila
berkedudukan sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm
(normafondamental negara) dalam jenjangnorma hukum di Indonesia.Nilai-nilai
pancasila selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada.
Perundang-undangan, ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-
program pembangunan, dan peraturan- peraturan lain pada hakikatnya merupakan
nilai instrumental sebagai penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila. Sistem
hukum di Indonesia membentuk tata urutan peraturan perundang-undangan. Tata
urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketetapan MPR No.
III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan sebagai
berikut.
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
c. Undang-undang
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
e. Peraturan Pemerintah
f. Keputusan Presiden
g. Peraturan Daerah Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan perundang-undangan juga menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)
c. Peraturan pemerintah
d. Peraturan presiden
e. Peraturan daerah. Pasal 2 Undang-undang No. 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Hal ini sesuai dengan kedudukannya sebagai dasar (filosofis) negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV.
Pembangunan
hukum dimulai dari pondasi dan jiwa paradigma bangsa Indonesia. Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum yang tertegas dalam UU No.10
Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan terutama pasal
2 yang menyatakan Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
atau tertib hukum bagi kehidupan hukum Indonesia, kama hal tersebut dapat
diartikan bahwa “ Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
Negara adalah sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan idiologi
Negara serta sekaligus dasar filosofi bangsa dan Negara sehingga tiap materi
muatan peraturan perundang undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila. Kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum Negara merupakan grudnorm
dalam system hukum Indonesia yang memberikan arah dan jiwa serta menjadi
paradigma norma –norma dalam pasal pasal UUD 1945. Cita hukum dan
falsafah hidup serta moralitas bangsa yang menjadi sumber segala sumber hukum
Negara akan menjadi satu fungsi krisisi dalam menilai kebijaksanaan hukum( legal
policy) atau dapat dipergunakan sebagai pardigma yang menjadi landasan
perbuatan kebijaksanaan ( policy making) dibidang hukum dan perundang undangan
maupun bidang social, ekonomi, dan politik.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
3.1 Permasalahan/Studi Kasus Nenek Asyani
Hukum di
indonesia hingga saat ini masih menjadi persoalan yang cukup pelik. Setiap hari
dapat di saksikan sejumlah kasus hukum yang di beritakan melalui media masa.
Sepertinya hukum di indonesia telah merusak hingga ke sendi-sendi dan mungkin
telah menjadi kebiasaan yang di anggap wajar di negri ini. Ada beberapa contoh
kasus hukum di indonesia yang melibatkan para pejabat negara dan ada pula yang
melibatkan aparat penegak hukum itu sendiri. Tak sedikit pula hukum yang
melibatkan rakyat-rakyat “kecil”. Memang hukum tidak berpandang bulu. Siapa
saja, dihadapan hukum berkedudukan sama. Itulah dasar penegakan hukum yang adil
di Indonesia.
Ketidak adilan
hukum kini muncul lagi di negeri ini, sungguh mengerikan dan menyedihkan sekali
jika ketidakadilan hukum itu terjdi pada seorang nenek bernama asyani berumur
63 tahun di Sitobondo jawa timur. Seorang nenek tua ini dituduh mencuri 7
batang kayu jati dilahannya sendiri dan dijerat serius dengan undang-undang
illegal logging.
Dalam kasus nenek Asyani ini terdapat
beberapa kejanggalan. Kayu jati yang diduga dicuri oleh nenek Asyani itu
berukuran kecil hanya sekitar 10 sampai 15 centimeter. Sedangkan kayu jati
milik Perhutani yang hilang berdiameter 100 centimeter. Selain itu kasus
ini pun dilaporkan pada Juli 2014 lalu, dan nenek Asyani ditahan sejak Desember
2014. Sementara persidangan baru dibuka tiga bulan kemudian. Bayangkan
bagaimana keadaan nenek itu di dalam penjara, seharusnya aparat hukum mempunyai
kebijaksanaan terhadap nenek Asyani yang sudah berusia lanjut. Kasus nenek
asyani sungguh membuat marah dan geram para masyarakat dan keluarga yang tiada
hentinya memberikan dukungan kepada seorang nenek tua ini, upaya keluarga
melakukan pembeaan kepada nenek asyani dengan diwakilkan kepada kepala desa setempat
tidak diindahkan oleh aparatur hukum, justru aparatur hukum akan menindak
lanjuti kasus nenek asyani.
Sungguh miris
hati kita mendengar kasus nenek Asyani yang sudah tua tetapi diperlakukan
dengan tidak adil, di mana dia ditahan sebelum diadakan persidangan,
seolah-olah dia seorang kriminal yang berbahaya dan telah merugikan rakyat
banyak. Ditambah lagi ancaman hukuman 5 tahun penjara dan penanganan kasus
tersebut yang terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian.
Dari kasus tersebut kita bisa menilai bahwa
hukum di negara kita belum mampu memberikan keadilan kepada rakyat biasa yang
tidak punya harta, posisi, dan status yang tinggi. Hukum kita banyak membiarkan
kasus-kasus berat jika pelakunya mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa
yang melakukan pelanggaran langsung dijebloskan ke penjara, meskipun melakukan
pelanggaran kecil. Sedangkan para pejabat yang melakukan korupsi sampai
miliaran, bahkan triliunan dapat berkeliaran dengan bebas. Meskipun ada
beberapa koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati fasilitas mewah di
dalam tahanan, bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di luar
penjara. Kasus ketidakadilan hukum yang dialami nenek Asyani dan rakyat lainnya
mencerminkan bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah.
Menurut
Kelompok kami tentang kasus nenek asyani yang mencuri 7 batang kayu itu sangat
bertentangan dengan nilai-nilai pancasila yang di sila ke 2 dan ke 5 karna sila
kedua itu mengandung arti kemanusiaan yang beradab jadi seharusnya majelis
hakim itu harus mempunyai rasa kemanusiaan karna nenek asyani yang sudah
berumur 63tahun itu sudah sangat tua dan sudah rentan sekali dengan penyakit.
Dan juga untuk pihak pelapor itu sangat tidak mempunyai rasa kasihan sekali
kepada nenek asyani ,padahal nenek asyani itu tidak mengambil kayu tersebut.
Lalu sila yang ke 5 itu megandung
arti keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam kasus tersebut hakim
itu sangat tidak adil sekali kepada nenek asyani karna ia menjatuhkan hukuman 1
tahun penjara dan 15bulan masa percobaan padahal kasus yang seperti pencurian
ikan di wilayah Indonesia iu cuman 6 bulan dan denda 200jt. Dalam kasus itu
sepertinya ganjal sekali majelis hakim menyatakan bahwa nenek asyani melanggar Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan ,padahalkan nenek asyani tidak merusak hutan
masa bisa dikenakan pasal tersebut seharusnya pasal tersebut untuk orang-orang
yang melakukan pengrusakan hutan seperti membakar hutan, pembalakan liar dan
lain lainya. Sangat disayangkan sekali hukum di Indonesia masih sangat menjerat
kaum bawah seperti pepatah seperti ini : hukuman di Indonesia itu runcing
kebawah tumpul ke atas .
Artinya hukuman bagi kalangan masyakarat
miskin bahwa itu sangat berat sekali padahal pelanggaran yang dibuat masyarakat
miskin itu tidak begitu besar dampak nya seperti kasus nenek asyani. Lalu
bagi kaum kalangan yang mempunyai uang ,hukum itu bisa dibeli dalam artian kalo
punya uang hukuman bisa di kurangin kaya seperti kasus korupsi yang merugikan
Negara mencapai puluhan milyar dan dihukum hanya 9 bulan.
3.2 Penyebab
Terjadinya Kasus Nenek Asyani
Banyak
kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi. Kasus ketidakadilan hukum yang
lagi dibicarakan saat ini adalah kisah yang dialami nenek Asyani (63) ini
benar-benar menggambarkan pepatah yang populer di masyarakat, “ hukum di negeri
ini tumpul ke atas, tajam ke bawah “.Asyani dilaporkan oleh sejumlah polisi
hutan ke Polsek Jatibanteng pada 4 Juli 2014. Nenek empat anak itu kemudian
ditahan pada 15 Desember 2014. Asyani diseret ke Pengadilan Negeri Situbondo
Jawa Timur dengan tuduhan mencuri 38 papan kayu jati di lahan Perhutani di Desa
Jatibanteng, Situbondo.Asyani adalah tukang pijat. Dia didakwa dengan Pasal 12
huruf d juncto Pasal 83 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman hukuman
penjara 5 tahun.
Kasusnya
kecil, namun cara negara menanganinya luar biasa kusut. Kekusutan tersebut
merupakan dampak dari problem akut penegakan hukum di Indonesia. Mulai dari
penghambatan aparatur negara kepada uang dan kekuasaan; buruknya sistem
administrasi negara; ketidakpedulian aparat dalam menegakan teks hukum hingga masalah
terputusnya sistem pidana terpadu (integrated criminal justice system).
Penyebab
semua problem utama tersebut dikunci dalam satu frasa, yakni kanibalitas hukum.
Dalam arti, hukum menunjukan wataknya sebagai homo homini lupus yang
memangsa wong cilik namun memanjakan mereka yang berduit dan berkuasa.
Itulah kasus nenek Asyani, warga Dusun Kristal, Jatibanteng, Situbondo, yang
dituduh mencuri 38 batang kayu jati milik Perum Perhutani di desa setempat.
3.3 Dampak Negatif dari Kasus Nenek
Asyani
Ø Dampak Negatifnya Bagi Masyarakat
Masyarakat miskin kerap menjadi
korban dari penegakan hukum yang tidak adil. Kita sering mendengar anekdot
sosial yang berkembang dan menjadi pembicaraan di tengah kehidupan masyarakat
terkait dengan penegakan hukum atas masyarakat miskin ini. “Jika si miskin
melaporkan kasus pencurian ayam ke pihak kepolisian, maka ia akan kehilangan
sapi." Pernyataan ini tentunya menohok praktik penegakan hukum di negeri
ini.
Ø Dampak
Negatifnya Bagi Negara
Menurut kelompok kami dampak negatifnya
bagi negara yaitu warga negara menjadi ragu-ragu akan adanya keadilan hukum,
oleh karena banyak kasus kecil
yang dibesar-besarkan, namun banyak kasus besar yang ditutup-tutupi.
3.4 Penyelesaian
Masalah
Ø Saran
Kelompok
Seharusnya
aparat penegak hukum harus lebih jeli dalam proses peradilan pidana. Mungkin
dapat meniru sistem di negara maju, yaitu out of the court settlement, dimana
kasus kecil tidak dibawa ke meja peradilan, namun bukan berarti kasus kecil
seperti ini tidak diadili sesuai hukum yang berlaku, proses hukum tetap harus
berjalan. Selain itu hukum juga harus kembali lagi ke tujuannya untuk mencari
keadilan, dimana tidak ada diskriminasi. Harus ada sistem dan media yang tepat
dalam mengangani kasus seperti ini, agar proses hukum tetap berjalan tapi tetap
tidak mengusik rasa keadilan masyarakat.
Ø Undang-Undang
Kasus Nenek Asyani
Undang Undang Nomor. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan atau Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dengan ancaman sanksi pidana bagi
barangsiapa yang secara melawan hukum melanggarnya".
Nenek Asyani didakwa dengan Pasal 12
juncto Pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Pengrusakan Hutan. Ia dituduh mencuri kayu jati milik Perhutani yang ia tebang
sekitar 5 tahun lalu.
BAB
IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat
manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat
terkontrol , hukum adalah aspek
terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin
adanya kepastian hukum dalam
masyarakat.
Tujuan
hukum ialah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. Perdamaian
di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi
kepentingan-kepentingan manusia yang
tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta, dan sebagainya terhadap yang
merugikannya. Namun dengan banyaknya kasus-kasus seperti kasus nenek Asyani
ini, keadilan hukum di Indonesia masih dipertanyakan.
4.2 Saran
Untuk menjaga
keadilan hukum di Indonesia seharusnya aparat penegak hukum harus lebih jeli
dalam proses peradilan pidana. Mungkin dapat meniru sistem di negara maju,
yaitu out of the court settlement, dimana kasus kecil tidak dibawa ke
meja peradilan, namun bukan berarti kasus kecil seperti ini tidak diadili
sesuai hukum yang berlaku, proses hukum tetap harus berjalan. Selain itu hukum
juga harus kembali lagi ke tujuannya untuk mencari keadilan, dimana tidak ada
diskriminasi. Harus ada sistem dan media yang tepat dalam mengangani kasus
seperti ini, agar proses hukum tetap berjalan tapi tetap tidak mengusik rasa
keadilan masyarakat.
Daftar
Pustaka
Manan,
Abdul. 2005. Aspek-Aspek Mengubah Hukum.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup
Grup
Arrasjid, Khainur.
2001. Dasar-Dasar Ilmu Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika
Masriani, Yulies
Tiena. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-fungsi-pancasila-
sebagai-ideologi-negara.html
sebagai-ideologi-negara.html
0 Komentar Blog: